PRINSIP DAN KAIDAH DAKWAH ROSUL
Dakwah yang dilakukan oleh
Rasulullah terbagi dalam 2 periode, yaitu di Mekkah dan Madinah. Pada awal
periode Mekkah Rasulullah berdakwah secara sembunyi-sembunyi,mendatangi
orang-orang dekatBeliau antara lain istri Beliau Khadijah, keponakannya Ali,
budak Beliau Zaid, untuk diajak masuk Islam.
Ketika turun surat al Muddatstsir
: 1-2, Rasululah mulai melakukan dakwah di tengah masyarakat, setiap
bertemu orang Beliau selalu mengajaknya untuk mengenal dan masuk Islam (masih
dalam keadaan sembunyi-sembunyi).
Ketika Abu Bakar menyatakan
masuk Islam, dan menampakkannya kepada orang-orang yang dia percayai, maka
muncullah nama-nama seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam,
Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash dan Thalhah bin
Ubaidillah yang juga masuk Islam.
Dan seterusnya diikuti oleh
yang lain seperti Abu ‘Ubaidah, Abu Salamah, Arqom bin Abi al Arqom, dll.
Beliau menjadikan rumah Arqom bin Abi al Arqom sebagai pusat
pengajaran dan sekaligus pusat kutlah (kelompok) yang dalam bahasa kita
tepatnya disebut sekretariat.
Di tempat ini Rasulullah
mengajarkan hukum-hukum Islam, membentuk kepribadian Islam serta membangkitkan
aktivitas berpikir para sahabatnya tersebut. Beliau menjalankan aktivitas ini
lebih kurang selama 3 tahun dan menghasilkan 40 orang lebih yang masuk
Islam.
Selama 3 tahun membangun kutlah
kaum muslim dengan membangun pola pikir yang islami (‘aqliyah
islamiyah) dan jiwa yang islami (nafsiyah islamiyah), maka muncullah
sekelompok orang yang memiliki syakhsiyah islamiyah (kepribadian
Islam) yang siap berdakwah di tengah-tengah masyarakat jahiliyah pada
saat itu.
Hal ini bertepatan dengan
turunnya surat al Hijr : 94, yang memerintahkan Rasulullah untuk
berdakwah secara terang-terangan dan terbuka.
Ini berarti Rasulullah dan para sahabatnya telah berpindah dari tahapan dakwah secara sembunyi-sembunyi (daur al istikhfa’) kepada tahapan dakwah secara terang-terangan (daur al i’lan).
Dari tahapan kontak secara
individu menuju tahap menyeruh seluruh masyarakat. Sejak saat itu mulai terjadi
benturan antara keimanan dan kekufuran, antara pemikiran yang haq dan
pemikiran yang batil. Tahapan ini disebut marhalah al tafa’ul wa al kifah yaitu
tahap interaksi dan perjuangan.
Di tahapan ini kaum kafir mulai
memerangi dan menganiayah Rasulullah dan para sahabatnya. Ini adalah
periode yang paling berat dan menakutkan di antara seluruh tahapan
dakwah.
Bahkan sebagian sahabat yang
dipimpin oleh Ja’far bi Abi Thalib diperintahkan oleh rasul untuk melakukan
hijrah ke Habsyi.
Sementara Rasulullah dan sahabat
yang lain terus melakukan dakwah dan mendatangi para ketua kabilah atau
ketua suku baik itu suku yang ada di Mekkah maupun yang ada di luar
Mekkah.
Terutama ketika musim
haji, dimana banyak suku dan ketua sukunya datang ke Mekkah untuk
melakukan ibadah haji. Rasulullah mendatangi dan mengajak mereka masuk
Islam atau minimal memberikan dukungan terhadap perjuangan Rasulullah.
Benturan antara Rasulullah dengan
kafir Quraisy terjadi karena Rasulullah dan para sahabat selalu melecehkan
khayalan mereka, merendahkan tuhan-tuhan mereka, menyebarkan rusaknya kehidupan
mereka yang rendah, dan mencela cara-cara hidup mereka yang
sesat. RASULULLAH TIDAK PERNAH BERKOMPROMI APALAGI BEKERJASAMA MENJALANKAN
SISTEM KEHIDUPAN RUSAK DAN SESAT BUATAN MANUSIA JAHILIYAH.
Al Qur’an senantiasa turun kepada
Beliau, dan menyerang orang-orang kafir secara gamblang : “sesunggunya kalian
dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan neraka jahannam.” (TQS 21
: 98).
al Qur’an juga menyerang
praktek riba yang telah turun temurun mewarnai kehidupan
jahiliyah : “dan segala hal yang kalian datangkan berupa riba agar dapat
menambah banyak harta manusia, maka riba itu tidak menambah apapun di sisi
Allah.” (TQS 30:39),
demikian juga dengan kecurangan2
dalam takaran yang sangat biasa terjadi : “kecelakaan besarlah bagi orang-orang
yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain
mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi.” (TQS 83:1-3).
Akibatnya, manusia-manusia jahil
itu menghalangi dan menyakiti Rasulullah dengan fitnah, propaganda yang
menyesatkan, pemboikotan bahkan penyiksaan fisik.
Di tengah cobaan yang sangat
berat tersebut, datanglah kabar gembira akan kemenangan dari Madinah. Hal ini
terjadi ketika beberapa orang dari suku khazraj datang ke Mekkah untuk
berhaji.
Kemudian Rasulullah mendatangi
mereka, berdakwah kepada mereka dan merekapun akhirnya masuk
Islam. Setelah selesai melaksanakan haji dan mereka kembali ke Madinah,
mereka menceritakan keislaman mereka kepada kaumnya. Sejak saat itu cahaya
Islam mulai muncul di Madinah.
Pada musim haji tahun berikutnya,
datang 12 orang dari Madinah ke Mekkah, lalu mereka membai’at Rasulullah dalam
peristiwan Bai’at ‘Aqobah pertama.
Bai’at ini adalah sebuah
pernyataan janji di hadapan Rasulullah bahwa mereka akan berpegang teguh
pada risalah Islam dan meninggalkan semua perbuatan-perbuatan yang rusak dan
sesat yang selama ini mereka praktekkan dalam kehidupan. Ketika penduduk
Madinah ini akan kembali, Rasulullah memerintahkan Mush’ab bin
Umair untuk ikut bersama mereka dan mengajarkan Islam kepada penduduk
Madinah.
Berbeda dengan penduduk Mekkah
yang jumud dan berusaha untuk mempertahankan status quo, terutama para penguasa
kekufuran seperti Abu Lahab, Abu Jahal dan Abu Sofyan, penduduk Madinah
lebih baik dan bersahabat dengan Islam.
Mereka mau menerima agama baru
tersebut. Bahkan ketika musim haji tiba dan Mush’ab kembali ke Mekkah
serta melaporkan kepada Rasulullah tentang kondisi perkembangan Islam di
Madinah yang sangat baik, Rasulullah mulai berpikir untuk memindahkan medan
dakwah dari Mekkah ke Madinah.
Ketika rombongan haji dari
Madinah yang berjumlah 75 orang datang, terjadilah peristiwah Bai’at
Aqobah kedua. Bai’at ini adalah sebuah pernyataan dan janji di hadapan
Rasulullah bahwa mereka penduduk Madinah akan melindungi Rasulullah dan
menyerahkan kekuasaan kepada Rasulullah untuk memimpin mereka baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun memimpin mereka berperang melawan orang-orang yang
menghalangi risalah Islam.
Tidak lama setelah itu Rasulullah
memerintahkan kepada para sahabatnya untuk melakukan hijrah ke
Madinah dan Rasulullah menyusul kemudian.
Sejak tiba di
Madinah, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya membangun masjid sebagai
tempat sholat, berkumpul, bermusyawarah serta mengatur berbagai urusan ummat.
Sekaligus memutuskan perkara
yang ada di antara mereka. Beliau menunjuk Abu Bakar dan Umar sebagai
pembantunya. Beliau bersabda “dua (orang) pembantuku di bumi adalah Abu Bakar
dan Umar.” Dengan demikian Beliau berkedudukan sebagai kepala negara,
qlodi dan panglima militer.
Beliau menyelesaikan perselisihan
yang terjadi di antara penduduk Madinah dengan hukum Islam, mengangkat komandan
ekspedisi dan mengirimkannya ke luar Madinah.
Negara Islam oleh Rasulullah
ini dijadikan pusat pembangunan masyarakat yang berdiri di atas pondasi yang
kokoh dan pusat persiapan kekuatan militer yang mampu melindungi negara dan
menyebarkan dakwah.
Setelah seluruh persoalan dalam
negeri stabil dan terkontrol, Baliau mulai menyiapkanpasukan militer untuk
memerangi orang-orang yang menghalangi penyebaran risalah
Islam. Wallah’alam.
Skema Metode Dakwah Rasulullah
1.
PERIODE MEKKAH
A. Tahapan
Pembinaan dan Pengkaderan
1.
Pemantapan Aqidah
2.
Pembentukan Syakhsiyah Islamiyah
3.
Pembentukan Kutlah/kelompok Dakwah
B. Tahapan
Interaksi dan Perjuangan
1.
Pertarungan Pemikiran (shira’ul fikr)
2.
Perjuangan Politik (Kifahus siyasi)
2.
PERIODE MADINAH
C. Tahapan
Penerapan Syarat Islam (tathbiq ahkam al Islam)
1.
Membangun Masjid
2.
Membina Ukhuwah Islamiyah
3.
Mengatur urusan masyarakat dengan syariat Islam
4.
Membuat Perjanjian dengan warga non muslim
5.
Menyusun strategi politik dan militer
6.
Jihad (menyebarkan islam ke seluruh dunia)
METODE DAKWAH RASULULLAH SAW
TAHAPAN DA’WAH RASULULLAH SAW
1.
Da’wah Secara Rahasia (Sirriyatud Da’wah)
Nabi mulai menyambut perintah Allah dengan mengajak manusia untuk
menyembah Allah semata dan meninggalkan berhala. Tetapi da’wah Nabi ini
dilakukannya secara rahasia untuk menghindari tindakan buruk orang-orang
Quraisy yang fanatik terhadap kemusyrikan dan paganismenya.
Nabi saw tidak menampakan da’wah di majelis-majelis umum orang-orang
Quraisy, dan tidak melakukan da’wah kecuali kepada orang-orang yang memiliki
hubungan kerabat atau kenal baik sebelumnya.
Orang-orang pertama kali masuk Islam ialah Khadijah binti Khuwailid ra,
Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah mantan budak Rasulullah saw dan anak
angkatnya, Abu bakar bin Abi Quhafah, Utsaman bin Affan, Zubair bin Awwan,
Abdur-Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan lainnya.
Mereka ini bertemu dengan Nabi secara rahasia. Apabila diantara mereka
ingin melaksanakan salah satu ibadah, ia pergi ke lorong-lorong Mekah seraya
bersembunyi dari pandangan orang Quraisy.
Ketika orang-orang yang menganut Islam lebih dari tiga puluh lelaki dan
wanita, Rasulullah memilih rumah salah seseorang dari mereka, yaitu
rumah al-Arqam bin Abil Arqam,sebagai tempat pertama untuk mengadakan
pembinaan dan pengajaran.
Da’wah pada tahap ini menghasilkan sekitar empat puluh
lelaki dan wanita telah menganut Islam. Kebanyakan mereka adalah
orang-orang fakir, kaum budak dan orang-orang Quraisy yang tidak memiliki
kedudukan.
Dakwah Islam dimulai di Mekah dengan cara sembunyi-sembunyi. Dan
Ibnu Ishaqmenyebutkan, dakwah dengan cara ini berjalan selama tiga
tahun. Demikian pula dengan Abu Naim: ia mengatakan dakwah tertutup
ini berjalan selama tiga tahun.
2.
Da’wah Secara Terang-terangan (Jahriyatud
Da’wah)
Ibnu Hisyam berkata: kemudian secara berturut-turut manusia, wanita dan
lelaki, memeluk Islam, sehingga berita Islam telah tersiar di Mekah dan menjadi
bahan pembicaraan orang. Lalu Allah memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan Islam
dan mengajak kepadanya secara terang-terangan, setelah selama tiga tahun
Rasulullah saw melakukan da’wah secara tersembunyi, kemudian Allah berfirman
kepadanya:
“Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepdamu dan janganlah kamu
pedulikan orang musyrik.”(al-Hijr : 94)
“Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat, dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang
yang beriman.” (Asy-Syu’ara: 214-215)
Dan katakanlah, “sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang
menjelaskan.” (al-Hijr: 89)
Pada waktu itu pula Rasulullah saw segera melaksanakan perintah Allah,
kemudian menyambut perintah Allah, “Maka siarkanlah apa yang diperintahkan
kepadamu dan janganlah kamu pedulikan orang-orang musyrik” dengan pergi ke
atas bukit Shafa lalu memanggil, “Wahai Bani Fihir, wahai Bani ‘Adi,“ sehingga
mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk
melihat apa yang terjadi.
Maka Nabi saw berkata, “Bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa
di belakang gunung ini ada sepasukan kuda musuh yang datang akan
menyerangmu, apakah kamu mempercayaiku?”Jawab mereka, “Ya, kami belum pernah
melihat kamu berdusta.
“ kata Nabi, “Ketahuilah, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi
peringatan kepada kalian dari sisksa pedih.” Kemudian Abu lahab
memprotes, “Sungguh celaka kamu sepanjang hari, hanya untuk inikah kamu
mengumpulkan kami. “Lalu turunlah firman Allah:
”Binasalah kedua belah tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan
binasa.”
Kemudian Rasulullah saw turun dan melaksanakan firman
Allah, ”Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat” dengan mengumpulkan
semua keluarga dan kerabatnya, lalu berkata kepada mereka, “Wahai Bani
Ka’b bin Lu’ai, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Bani Murrah bin
Ka’b, selamatkanlah dirimu dari api neraka!
Wahai Bani Abdi Syams, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai
Bani Abdul Muthalib, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Wahai Fatimah,
selamatkanlah dirimu dari api neraka! Sesungguhnya aku tidak bisa dapat membela
kalian di hadapan Allah, selain bahwa kalian mempunyai tali kekeluargaan yang
akan aku sambung dengan hubungannya.”
Da’wah Nabi saw secara terang-terangan ini ditentang dan ditolak oleh
bangsa Quarisy, dengan alasan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan agama
yang telah mereka warisi dari nenek moyang mereka, dan sudah menjadi bagian
dari tradisi kehidupan mereka. Pada saat itulah Rasullulah mengingatkan mereka
akan perlunya membebaskan pikiran dan akal mereka dari belenggu taqlid.
Selanjutnya di jelaskan oleh Nabi saw bahwa tuhan-tuhan yang mereka
sembah itu tidak dapat memberi faidah atau bahaya sama sekali. Dan, bahwa
turun-temurunya nenek moyang mereka dalam menyembah tuhan-tuhan itu tidak
dapat dijadikan alasan untuk mengikuti mereka secara taqlid buta. Firman Allah
menggambarkan mereka:
Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah,”mereka menjawab,”(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti
apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka
akan mengikuti juga,) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
pun, dan tidak mendapat petunjuk? (al-Baqarah: 170)
Ketika Nabi saw mencela tuhan mereka, membodohkan mimpi mereka, dan
mengecam tindakan taqlid buta kepada nenek moyang mereka dalam menyembah
berhala, mereka menentang dan sepakat untuk memusuhinya, kecuali pamannya, Abu
Thalib, yang membelanya.
PRINSIP-PRINSIP DA’WAH RASULULLAH
Prinsip dakwah Rasulullah saw
dapat diturunkan dari fase atau pembabakan kehidupan Muhammad saw. Banyak ahli
yang merumuskan kehidupan Rasulullah dalam beberapa fase, yakni fase
pertamaMuhammad saw sebagai pedagang, fase kedua Muhammad saw
sebagainabi dan rasul. Kedua fase ini berlangsung dalam periode
Mekah.
Fase ketiga Muhammad saw
sebagai politisi dan negarawan, danfase keempat Muhammad saw sebagai
pembebas. Fase ketiga dan keempat berlangsung dalam periode Madinah.
Dari keempat fase tersebut,
terlihat bahwa perjuangan Rasululllah saw dalam menegakan amanat risalahnya,
mengalami perkembangan dan peningkatan yang cukup penting, strategis, dan
sistimatis, menuju keberhasilan dan kemenangan yang
gemilang, terutama dengan terbentuknya masyarakat muslim di Madinah dan
terjadinya futuh Mekah. Juga sebagai dasar bagi perkembangan
dan perjuangan untuk menegakan dan menyebarkan ajaran Islam ke segala
penjuru dunia.
Dilihat dari langkah-langkah dan
sudut pandang pengembangan dan pembangunan masyarakat, terdapat tiga posisi
penting fungsi Rasulullah saw sebagai figur pemimpin umat, yakni: Pertama,
Rasulullah saw sebagai peneliti masyarakat, kedua, Rasulullah saw sebagai
pendidik masyarakat,ketiga Rasulullah saw sebagai negarawan dan pembangun
masyarakat.
Rasulullah saw sebagai peneliti
masyarakat, berlangsung ketika beliau menjadi pedagang. Ketika itu beliau
sering kali melakukan perjalanan ribuan mil ke sebelah utara jazirah
Arab.
Dalam perjalannya, Rasulullah saw
berhubungan dengan berbagai ragam orang dari berbagai bangsa, suku, agama,
bahasa, tradisi, dan kebudayaan, dengan bermacam watak dan sifatnya.
Beliau berinteraksi dan
berkomunikasi dengan berbagai agama dan kepercayaan yang dianut; yaitu Yahudi,
Nasrani, Majusi, dan orang-orang Romawi.
Dalam perjalannya ini, beliau
mengadakan fact-finding, (menghimpun data dan fakta) mengenai berbagai
aspek hidup dan kehidupan berbagai bangsa. Hal ini menjadi pengalaman dan
pengetahuan beliau tentang geografis, sosiologis, etnografis, religius,
psikologis, antropologis, karakter dan watak dari berbagai bangsa.
Pengeahuan tentang situasi dan
kondisi ini sangat bermanfaat dalam menentukan taktik, strategi, dan metode
perjuangannya.
Dari data dan fakta yang menjadi
pengetahuan dan pengalamannya itu, Rasulullah saw sering mengadakan tafakur
(merenung), dan kadang-kadang berkhalwat, bersemedi (tahannus) di suatu tempat
sunyi yang terkenal dengan Gua Hira.
Di tempat inilah beliau mengolah, menganalisis, mengklarifikasi, dan mengambil kesimpulan yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam sikap, langkah, dan pendekatan strategi perjuangan hidup dan kehidupannya.
Objektivitas, akurasi, dan
validitas hasil penelitian dan perenungan itu tidak diragukan lagi karena
beliau termasyhur sebagai orang jujur (al-amin). Kesimpulan utama dari hasil
penelitian dan perenungan adalah masyarakat Arab harus diselamatkan dari
jurang kehancuran serta membangun landasan yang baru.
Upaya kerja keras Rasulullah saw
dalam mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapinya itu, kemudian
dijemput oleh hidayah ilahi dengan turunnya wahyu pertama, lima ayat surat
al-alaq. Dengan ayat Al-Qur’an yang mulia inilah, dimulai kegiatan dakwah
dan risalah Islamiyah yang ditugaskan kepada Muhammad Ibn Abdillah untuk
disampaikan kepada segenap manusia, melalui pembinaan dan pendidikan yang
berdasarkan la ilaha illa al-llah (nilai dasar ketahuidan).
Dengan demikian,
dari turunnya wahyu pertama ini, Rasulullah saw mulai berfungsi
sebagai pendidik dan pembimbing masyrakat (social educator), melalui perombakan
dan revolusi mental masyarakat Arab dari kebiasaan menyembah berhala yang
merendahkan derajat kemanusiaan dan tidak menggunakan akal pikiran yan sehat,
tidak memiliki peri kemanusiaan dan menghinakan kaum wanita dan sebagainya,
menuju sikap mental yang mengangkat derajat kemanusiaan yang penuh percaya diri
dan hanya menyembah dan memohon perlindungan kepada Allah SWT.
Adapun sistim pembinaan dan
pendidikan yang dikembangkan Rasulullah saw adalah sistim kaderisasi dengan
membina beberapa orang sahabat. Kemudian para sahabat ini mengembangkan Islam
ke berbagai penjuru dunia.
Dimulai dari Khulafa Ar-Rasyidin,
kemudian generasi berikutnya. Dimulai dari pembinaan dan kaderisasi di Mekah
yang agak terbatas, kemudian dikembangkan di Madinah dengan membentuk komunitas
muslim di tengah-tengah masyrakat Madinah yang cukup heterogen.
Pembinaan dan pendidikan di Mekah
lebih dioerientasikan pada pembinaan ketauhidan sehingga ayat Al-Qur’an yang
turun dalam periode ini lebih ditekankan pada pembinaan akidah dan
ibadah. Ayat-ayat dan surat yang turun biasanya pendek-pendek dan diawalii
ungkapan “Ya ayyuha an-nasa”.
Adapun di Madinah, pembinaan yang
dilakukan Rasulullah saw lebih banyak ditekankan padapembentukan masyarakat
muslim di tengah-tengah masyarakat nonmuslim. Ayat-ayat Al-Qur’an yang
turun di periode ini lebih ditekankan pada masalah muamalah, sistim
kemasyarakatan, kenegaran, hubungan sosial, hubungan antaragama (toleransi),
ta’awun, ukhuwah, dan sebagainya.
Ayat-ayat yang turun pada periode
ini biasanya panjang-panjang dan diawali ungkapan “Ya ayyuha al-ladzina amanu”.
Pada peride Madinah ini, lahirlah
suatu peristiwa yang monumental dan sangat penting sebagai cermin bagi kehidupan
beragama dan bermasyarakat di masa mendatang, yakni terumuskannya suatu naskah
perjanjian dan kerja sama antara kaum muslimin dan masyarakat Madinah
(nonmuslim), yang kemudian terkenal dengan sebutan Piagam Madinah.
Di Madinah itulah Rasulullah saw
mulai membangun sistim hukum, tatanan masyarakat, dan
kenegaraan.
Fungsi Rasulullah saw meningkat
dari fungsi pendidik menjadi negarawan pembangun masyarakat (community
builder) atau pembangun Negara (state builder). Di bawah pembinaan dan
kepemimpinan Rasulullah saw, kota Madinah menjadi sebuah kota masyarakat yang
beradab, sadar hukum, penuh toleran, bersikap saling tolong menolong, dihiasi
persaudaraan dan semangat kerja sama antara warga masyarakat.
Gambaran masyarakat seperti
itu, kemudian dikenal dengan sebutan masyarakat madani.
Pada masa awal-awal perkembangan
Islam, masyarakat Islam menampilkan diri sebagai masyarakat alternative,
yang memberi warna tertentu pada kehidupan manusia. Karakter yang
paling penting yang ditampilkan oleh masyarakat Islam ketika itu adalah
kedamaian dan kasih sayang.
Masyarakat model seperti ini
tampil di tengah kehadiran Rasulullah saw, baik di Mekah atau Madinah, yang
banyak disebut sejarawan sebagai model masyarakat ideal dalam level masyarakat
Arab yang masih sangat sederhana.
Sejumlah karakteristik penting yang diperlihatkan masyarakat Islam pada masa Rasulullah saw ini, diantaranya adalah: memiliki akidah yang kuat dan konsisten dalam beramal (berkarya). Semua itu dipandu oleh kepemimpinan yang penuh wibawa.
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan beberapa prinsip dakwah Rasulullah saw, yaitu sebagai berikut:
1.
Mengetahui medan (mad’u) melalui penelitian dan
perenungan.
2.
Melalui perncanaan pembinaan, pendidikan, dan
pengembangan serta pembangunan masyarakat.
3.
Bertahap, diawali dengan cara diam-diam
(marhalah sirriyah), kemudian cara terbuka (marhalah alaniyyah). Diawali
dari keluarga dan teman terdekat, kemudian masyarakat secara umum.
4.
Melalui cara dan strategi hijrah, yakni
menghindari siutasi yang negative untuk menguasai suasana yang lebih positif.
5.
Melalui syiar dan pranata Islam, antara lain
melalui khotbah, adzan, iqamah, dan shalat berjamaah, ta’awun, zakat, dan
sebagainya.
6.
Melalui musyawarah dan kerja sama, perjanjian
dengan masyarakat sekitar, seperti dengan Bani Nadhir, Bani Quraidzah, dan Bani
Qainuqa.
7.
Melalui cara dan tindakan yang akomodatif,
toleran, dan saling menghargai.
8.
Melalui nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan, dan
demokratis.
9.
Menggunakan bahasa kaumnya, melalui kadar
kemampuan pemikiran masyarakat (ala qadri uqulihim).
10. Melalui
surat. Sebagaimana yang telah dikirim ke raja-raja berpengaruh pada waktu itu,
seperti pada Heraklius.
11. Melalui
uswah hasanah dan syuhada ala an-nas, dan melalui peringatan, dorongan dan
motivasi (tarhib wa targhib).
12. Melalui
Kelembutan dan pengampunan.
Seperti pada peristiwa Fathul
Mekah disaksikan para pemimpin kafir Quraisy sambil memendam kemarahan dan
kebencian.
Begitu pula isi hati Fadhalah,
yang begitu dalam kebenciaanya kepada Rasulullah sehingga ingin
membunuhnya.
Tanpa ia duga, Rasulullah
mengetahui suara hatinya tersebut. ketika ditegur dengan lembut, fadhalah
menjadi ketakutan dan mencoba berbohong untuk membela diri. Tetapi Rasulullah
tidak marah, bahkan melempar dengan senyumnya.
Seketika Fadhalah terpesona dengan
reaksi orang yang hendak dibunuhnyatersebut. Ia yang berada dalam puncak
ketakutan merasakan kelegaan luar biasa.
Tumbuh simpatinya dan
kebenciannya mulai surut. Hatinya benar-benar berbalik ketika Rasulullah
meletakan tangan kanan tepat di dadanya. Sentuhan fisik refleksi dari kasih
sayang Rasulullah ini benar-benar mengharubiru perasaan Fadhalah.
Kedengkian dan kebenciaan berubah menjadi kecintaan yang mendalam.
KAIDAH-KAIDAH DA’WAH RASULULLAH
Dari prinsip dan langkah-langkah
perjuangan Rasulullah saw di atas, dapat diturunkan kaidah-kaidah dakwah
Rasulullah saw sebagai berikut:
1) Tauhidullah, yakni
sikap mengesakan Allah dengan sepenuh hati, tidak menyekutukan-Nya, hanya
mengabdi, memohon, dan meminta pertolongan kepada Allah SWT. Sebagai pencipta
dan pemelihara alam semesta. Kaidah ini bertujuan untuk membersihkan akidah
(tathir al-i’tiqad) masyrakat dari berbagai macam khurajat dan kepercayaan yang
keliru, menuju satu landasan, motivasi, tujuan hidup dan kehidupan dari Allah
dan dalam ajaran Allah menuju mardhatillah (min al-Lah, fi al-Allah, dan ila
Allah).
2) Ukhuwah
Islamiah, yakni sikap persaudaraan antarsesama muslim karena adanya
kesatuan akidah, pegangan hidup, pandangan hidup, sistim sosial, dan peradaban
sehingga terjalinlah kesatuan hati dan jiwa yang melahirkan persaudaraan yang
erat dan mesra, dan terjalin pula kasih sayang, perasaan senasib
sepenanggungan, serta memperhatikan kepentingan orang lain, seperti
mementingkan kepentingan diri sendiri. Dengan demikian, terhindar dari sikap individualisme,
fanatisme golongan, fir’aunisme, materialisme, dan dari segala penyakit jiwa
lainnya.
3) Muswah, yakni
sikap persamaan antar sesama manusia, tidak arogan, tidak saling merendahkan
dan meremehkan orang lain, tidak saling mengaku paling tinggi. Ini karena
perbedaan dan penghargaan di sisi Allah adalah dilihat prestasi pengabdian dan
ketakwaannya.
4) Musyawarah, yakni
sikap kompromis dan menghargai pendapat orang lain, tidak menonjolkan
kepentingan kelompok, memperhatikan kepentingan bersama untuk meraih
kemaslahatan dan kebaikan bersama. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah saw,
antara lain di Madinh, yaitu dengan munculnya Piagam Madinah. Ayat-ayat yang
dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Ali-Imran:
159, Q.S. Asu’ara: 38.
5) Ta’awun, yakni
sikap gotong-royong, saling membantu, kebersamaan dalam menghadapi persoalan
dan tolong-menolong dalam hal-hal kebaikan. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam
kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Al-Maidah: 2, Q.S. At-Taubah: 71,
q.s. Al-Anfal: 46.
6) Takaful
al-ijtima, yakni sikap pertanggungjawaban bersama senasib sepenanggungan,
kebersamaan dan sikap solidaritas sosial. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam
kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. At-Tahrim: 6, Q.S. Al-Baqarah:195.
7) Jihad
dan Ijtihad, yakni sikap dan semangat kesungguh-sungguhan, serius menunjukan
etos kerja yang tinggi, kreatif, inovatif dalam penyelesaian yang
dihadapi. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini,
antara lain: Q.S. Ash-Shaff: 4, 10-13.
8) Fastahiq
al-khayrat, yakni sikap dan semangat berlomba-lomba dalam kebaikan, pada
berbagai lapangan hidup dan kehidupan. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam
kaitannya dengan kaidah ini, antara lain: Q.S. Ali-Imran: 114, Q.S.
Al-Mu’minun: 57,61, Q.S. Al-Hadid: 21.
9) Tasamuh, yakni
silap toleransi, tenggang rasa, tidak memaksakan kehendak, mengikuti dan
melaksanakan sesuatu dengan landasan ilmu, saling menghargai perbedaan
pandangan. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya dengan kaidah ini,
antara lain: Q.S. Az-Zumar: 18, Q.S. Al-Baqarah: 256, Q.S. Al-Ankabut: 46, Q.S.
An-Nahl: 125, 109, 1-6.
10) Istiqamah, yakni
sikap dan semangat berdisiplin, tidak goyah, berjalan terus di atas ajaran yang
benar dengan penuh kesabaran. Ayat-ayat yang dapat dirujuk dalam kaitannya
dengan kaidah ini, antara lain Q.S. Fushshilat: 6, 30, 32, Q.S. Al-Ahqaff:
13-14, Q.S. Asy-Syu’ara: 13-15.
KEBERHASILAN DAN PENGARUH DA’WAH ISLAM
Sebelum kita melangkah untuk
melihat masa-masa terakhir kehidupan Rasulullah saw, sepatutnya kita memberikan
perhatian sekilas terhadap aktivitas agung yang menjadi inti kehidupan beliau
dan yang membedakan beliau dari seluruh Nabi dan Rasul, sehingga Allah
mengangkat beliau sebagai pemimpin orang-orang terdahulu maupun orang-orang di
kemudian hari.
Dikatakan kepada Rasulullah
saw: “Wahai orang yang berselimut, bangunlah (untuk shalat), di malam
hari, kecuali sedikit (daripadanya).” (al-Muzzamil: 1-2)
“Wahai orang yang berselimut,
bangunlah, lalu berilah peringatan!” (al-Muddatstsir: 1-2)
Maka, beliau pun bangkit dan
terus bangkit lebih dari dua puluh tahun, memikul beban amanat besar di
bumi ini, seluruh beban aqidah, beban perjuangan dan jihad di berbagai medan.
Beliau memikul beban perjuangan
dan jihad di medan perasaan manusia yang tenggelam dalam angan-angan dan
konsepsi jahiliyah serta terbelenggu oleh kehidupan dunia dan syahwat.
Ketika perasaan manusia berhasil
dibersihkan dari noda-noda jahiliyah dan kehidupan dunia, mulailah peperangan
lain di medan yang lain pula, bahkan peperangan ini tiada putus-putusnya.
Yaitu, peperangan melawan
musuh-musuh da’wah Islam yang bersekongkol untuk menghancurkan da’wah ini
sampai ke akarnya sebelum berkembang dan kokoh akarnya. Peperangan di jazirah
Arab hampir saja berakhir, Romawi sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi
umat yang baru ini serta menghadangnya di perbatasan bagian utara.
Ketika semua ini berlangsung,
peperangan pertama yaitu peperangan perasaan tidaklah berhenti, karena
peperangan ini bersifat abadi, peperangan melawan syaithan. Sesaat pun syaithan
tidak akan pernah meninggalkan aktivitasnya di dalam hati manusia. Di sanalah,
Muhammad saw bangkit menyerukan da’wah Allah, dan melakukan peperangan yang
tiada henti-hentinya di berbagai medan.
Beliau berjuang menghadapi kesulitan
hidup, padahal dunia berada di hadapannya.Beliau berjuang keras tidak kenal
lelah, ketika orang-orang mu’min beristirahat menikmati ketenangan dan
ketentraman. Semua itu beliau lakukan dengan semangat yang tak pernah kendor
dan kesabaran tinggi. Beliau berjuang dalam melakukan qiyamul lail dan
beribadah kepada Rab-Nya, membaca Al-Qur’an, dan bermunajat kepada-Nya
sebagaimana yang diperintah-Nya.
Demikianlah, beliau hidup dalam
perjuangan dan peperangan yang tiada henti-hentinya lebih dari dua puluh tahun.
Selama itu, tidak pernah melalaikan suatu urusan karena sibuk dengan urusan
yang lain. Sehingga, da’wah meraih suatu keberhasilan yang gemilang, sulit
dicerna oleh akal manusia.
Jazirah Arab tunduk kepada da’wah
Islam, debu-debu jahiliyah tidak berhamburan lagi di kawasan jazirah Arab,
dan akal yang menyimpang telah lurus kembali. Sehingga, berhala-berhala
ditinggalkan, bahkan dihancurkan. Udarapun dipenuhi oleh gema suara tauhid.
Suara adzan terdengar membelah angkasa di celah-celah padang pasir yang telah
dihidupkan oleh iman yang baru. Para da’i bertolak ke arah utara dan selatan
membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan menegakkan hukum-hukum Allah.
Berbagai bangsa dan kabilah
bertebaran di mana-mana bersatu padu. Manusia pun keluar dari penyembahan terhadap
hamba menuju peribadatan kepada Allah.
Di sana, tidak ada pihak yang
memaksa dan dipaksa, tidak ada tuan dan hamba, penguasa dan rakyat, orang yang
zhalim dan terzhalimi. Semuanya adalah hamba Allah, bersaudara dan saling
mmencintai, dan melaksanakan hukum-hukum Allah.
Allah telah menyingkirkan
penyaki-penyakit jahiliyah dan pengagungan terhadap nenek moyang dari diri
mereka. Di sana, tidaka ada kelebihan yang dimiliki oleh orang yang berkulit
merah atas orang berkulit hitam, kecuali ketaqwaannya. Seluruh manusia adalah
anak keturunan Adam, dan adam tercipta dari tanah.
Berkat da’wah Islam, terwujudlah
kesatuan Arab, keadilan sosial, kebahagiaan manusia dalam segala urusan dunia
dan akhirat. Perjalanan hari dan wajah bumi pun berubah, demikian garis sejarah
dan pola pikir.
Sebelum ada da’wah
Islam, dunia di kuasai oleh semangat kejahiliyahan, sehingga
perasaannya memburuk, jiwanya membusuk, nilai-niali moral dan norma-norma
sosialnya jadi kacau, dipenuhi kezhaliman dan perbudakan, dirongrong oleh
gelombang kemewahan dan kemiskinan, diliputi oleh kekufuran, kesesatan dan
kegelapan, meskipun pada saat itu sudah terdapat agama-agama langit.
Namun, agama itu telah jauh diselewengkan oleh manusia, sehingga menjadi lumpuh, tidak berdaya menguasai manusia dan berubah menjadi beku, tidak hidup dan tidak memiliki ruh.
Setelah da’wah Islam tampil dan
memainkan perannya dalam kehidupan manusia, jiwa manusia menjadi bersih dari
khayalan dan khurafat, perbudakan, kerusakan dan kebusukan, kekotoran dan kemerosotan.
Masyarakat pun menjadi bersih dari kezhaliman dan kesewenang-wenangan, perpecahan dan kehancuran, perbedaan kelas, kediktatoran penguasa, dan pelecehan para dukun.
Da’wah ini tampil membangun dunia di atas kesucian dan kebersihan, hal-hal yang bersifat positip dan membangun, kebebasan dan pembaruan, pengetahuan dan keyakinan, kepercayaan, keadilan, kehormatan, serta kinerja yang berkesinambungan untuk meningkatkan taraf kehidupan dan menjamin setiap orang untuk memperoleh hak-hak dalam kehidupan.
Berkat perkembangan-perkembangan
ini, jazirah Arab mengalami suatu kebangkitan yang penuh berkah, yang belum
pernah dialaminya sejak adanya bangunan di atas jazirah tersebut.
sumber : dari berbagai sumber - Intinya Rangkuman dari buku daulah islamiyah
Buat yang butuh E book lengkapnya perjalanan dakwah Rasulullah saya ada bukunya bisa hub : 081931194193 nanti kami kirim ebooknya or bisa email ke : catatanrendra@gmail.com
sumber : dari berbagai sumber - Intinya Rangkuman dari buku daulah islamiyah
Buat yang butuh E book lengkapnya perjalanan dakwah Rasulullah saya ada bukunya bisa hub : 081931194193 nanti kami kirim ebooknya or bisa email ke : catatanrendra@gmail.com
Dakwah itu bukan hanya Tugasnya
Pak Kyai ....Dakwah musti Jamaah biar terorganizir dengan baik .....Dakwah
musti tahu metodenya dan suri tauladan yang paling baik adalah meniru dakwah
Rasulullah belajar perjalanan dakwah Rasulullah.
Waktu hidup Rasulullah tidak banyak tapi setelah Rasulullah wafat dan diteruskan sahabat kekuasaan dakwah pada zama kekhilafahan mencapai 2./3 dunia, nah tugas kita untuk meneruskan sisanya. Allah berjanji umat islam akan benar benar menjadi kholifah fil ard kekuasaannya dari ujung Barat sampai Timur dalam naungan Islam .
No comments:
Post a Comment
Official Virgozta